Technology

Latest Post

Hadir Berdamai Dengan Masa Lalu

Written By Unknown on Sabtu, 07 Oktober 2017 | Oktober 07, 2017

Berita khas,

Khas - Dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Agus Widjojo muda terbangun. Kaget. Mendengar suara teriakan dan derap sepatu boot Pasukan Tjakrabirawa. Ayahnya, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dibawa dan ditemukan tewas di Lubang Buaya, Jakarta.

Agus masih ingat betul. Kala itu dia masih berumur 18 tahun, baru saja lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun masih tidak memahami peristiwa tersebut.

Situs Judi Online Terperca - Ketika penggerebekan, kata Agus, tidak ada perlawanan dari keluarga. Karena ayahnya tidak memiliki pengawal khusus. Juga tidak menyimpan senjata sepucuk pun. Ayahnya lalu keluar. Mengikuti perintah Tjakrabirawa. Belakangan dia mendapat cerita dari sang ibu. Brigjen Sutoyo dijemput karena dipanggil Presiden Soekarno, tetapi tidak bisa menunjukkan surat perintah.

Bandar Judi Online Terpercaya - Keesokan harinya, Agus membaca surat kabar harian. Memberitakan penculikan tujuh perwira Angkatan Darat tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Pemberitaan masih dalam nuansa dikaitkan dengan kondisi revolusi pada waktu itu. Adanya benturan politik Partai Komunis Indonesia dan tentara angkatan darat. 

Agen Judi Online Terpercaya - Malam sebelum tragedi kelam, aktivitas keluarga masih berjalan normal. Agus masih ingat, ayahnya habis menghadiri rapat besar di Gelora Bung Karno, Senayan. Tidak ada perbincangan khusus antara dia dan ayahnya malam itu. Agus memilih tidur lebih dulu. 

Bandar Togel Online Indonesia - Sudah 52 tahun peristiwa nahas itu berlalu. Sebagai putra sulung, dia sudah memikirkan hal terburuk di masa depan. Setelah ayahnya sebagai kepala keluarga telah tiada. Apalagi dia dua adik. Satu perempuan dan laki. Tetapi dia tak mau menyerah. Agus ingin mengejar cita-citanya. Dia lebih banyak berpikir bagaimana membangun masa depan berdasarkan kemampuan tanpa harus memberi beban.

"Dari pertimbangan itu kemudian saya mengambil keputusan. Yang terbaik untuk saya adalah menjadi tentara," kata Agus kepada merdeka.com, Selasa pekan lalu.

Agen Poker Online Indonesia - Agus memilih jalur militer. Menjadi perwira. Saat itu juga dia baru mengetahui soal peristiwa kelam G30S. Mencari informasi dari berbagai surat kabar umum. Sekaligus mengandalkan pelbagai sumber informasi. Kemudian dia telaah dan analisis.

Bandar Poker Online Indonesia - Memilih jalur tentara bukan pilihan Agus untuk balas dendam. Meski begitu, hati kecilnya masih penasaran. Ingin tahu siapa otak utama pembunuh ayahnya. Alasan apa dibunuh dan bagaimana cara membunuhnya. Namun, belakangan dia lebih ingin mewujudkan rekonsiliasi antar korban kekejaman 1 Oktober 1965.

Situs Judi Online Terbaik dan Terpercaya - Bisa dikatakan Agus merupakan salah satu anak jenderal Pahlawan Revolusi dapat menerima kejadian kelam itu. Usaha rekonsiliasi beberapa kali dilakukan. Di antaranya Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) dan Simposium'65. Namun acara Simposium'65 di Hotel Arya Duta, Jakarta tahun lalu, itu tak sepenuhnya berhasil. Lantaran didemo banyak kelompok massa.

Forum Judi Online Terpercaya - Keinginannya mewujudkan rekonsiliasi setelah melewati pelbagai pengalaman. Ketika itu dia mendapat sebagai komisi perdamaian Timor leste dan Indonesia. Mulai dari situ, Agus melihat adanya rekonsiliasi perdamaian kedua belah pihak sedang bertikai.

"Dari situ saya melihat bahwa perdamaian adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah pertikaian. Saya memutuskan untuk segera berdamai dengan keluarga pelaku dan juga keluarga korban tahun 65," ungkap Agus.

Mempunyai sikap rekonsiliasi memang tak mudah. Agus menyadari masalah itu. Bagi dia, itu merupakan tingkat tertinggi dalam pemahaman manusia. Sebab manusia harus melewati proses berdamai dengan dirinya terlebih dahulu. "Rekonsiliasi itu sendiri baru bisa dipahami jika seseorang sudah berdamai dengan dirinya sendiri."

Dalam karir militer, Agus menurunkan sifat ayahnya. Banyak masalah mampu dia selesaikan dengan tangan dingin, tanpa kekerasan, dan penuh kedamaian. Sebagai anak Pahlawan Revolusi, tidak mudah membawa nama baik keluarga. Agus mengaku hanya itu mampu dia persembahkan untuk almarhum Brigjen Sutoyo Siswomiharjo.

Berita khas,

Di tempat berbeda, kami juga menemui Nani Nurrachman Sutoyo. Dia adik perempuan Agus. Nani punya pengalaman sendiri bagaimana terakhir kali melihat sosok ayahnya tanpa tegur sapa.

Sebelum peristiwa kelam 1 Oktober 1965, sehari sebelumnya perasaan Nani mulai tak keruan. Umur Nani baru 15 tahun saat kejadian. Pikirannya ingin selalu pulang. Ketika itu Nani tengah dititipkan ke rumah adik perempuan ayahnya di kawasan Cikini. Sebab rumah pribadi Brigjen Sutoyo di Jalan Sumenep No 17, Menteng, Jakarta, sedang direnovasi.

Rasa ingin pulang terus menghantui sejak berada di sekolah. Pulang sekolah, Nani tidur siang. Sudah menjadi kebiasaannya. Dia terbangun. Matahari sudah tenggelam. Perasaannya makin ingin kembali ke rumah. Tanpa pikir panjang, Nani segera berkemas dan pulang ke rumah. 

"Tanggal 30 September siang, selesai sekolah entah mengapa saya terdorong untuk pulang ke rumah Jalan Sumenep," kata Nani.

Sesampai di rumah, dia tidur di kamar bersama Agus. Malam semakin larut. Pada dini hari, dia dan kakaknya terbangun. Kaget. Kejadian selanjutnya persis seperti dialami Agus.

Setelah peristiwa berdarah itu, pemerintah menghentikan proses pendidikan selama 4 bulan. Keluarga Sutoyo pun meninggalkan rumah. Lalu pindah ke kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan. Di kediaman saudaranya. 

"Setelah 1 Oktober untuk sementara kami sekeluarga pindah ke rumah kakak laki-laki bapak di daerah Kebayoran," ujar Nani.

Nani sejak muda memang suka membaca. Sepeninggalan ayahnya, banyak buku dibaca. Dari situ, Nani menyimpulkan bahwa dirinya mengalami trauma. Dan tak seorang pun membantu dia keluar dari keterpurukannya. Padahal, kata dia, seharunya para korban selaiknya mendapatkan pendampingan psikologis pasca peristiwa itu. Namun, tabu buat budaya Indonesia. Sebab membuat proses pendampingan korban bukan hal penting. 

Nani masih ingat pasca tragedi 1965. Tak ada kata trauma bagi para korban. Semua terkungkung dalam sebuah tradisi menekankan rasa sedih, duka dan marah tak elok untuk diperlihatkan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan semua kekesalan, amarah, dan kebencian terpendam selama puluhan tahun. Termasuk dirasakan ibu dan para saudaranya.

"Jadi kita masing-masing di rumah sibuk dengan kesedihan, kemarahan dan kebingungan sendiri. Suatu hal yang sebetulnya menurut saya tidak seharusnya didiamkan," ungkap Nani kepada merdeka.com, Rabu pekan lalu.

Proses panjang dilalui Nani. Sendiri. Selama puluhan tahun. Trauma berkepanjangan itu akhirnya membawa Nani mendalami ilmu psikologi. Setelah lulus SMA, dia langsung melanjutkan perguruan tinggi di Universitas Indonesia. Perlahan trauma itu hilang. Seiring berbagai ilmu didapatnya selama kuliah. Setidaknya selama 22 tahun, Nani merehabilitasi dirinya sendiri. 

Mendalami psikologi menjadi obat ampuh mendamaikan dirinya dengan masa lalu. Saat itu ada banyak pertanyaan dalam dirinya. Dari mempertanyakan alasan pecahnya tragedi 1965, maupun alasan masyarakat saling membunuh hanya demi sebuah jabatan. Namun sejarah itu pun harus kembali dipilah. Dilihat dari sudut pandang siapa cerita itu dibuat.

"Saya tidak belajar psikologi, tapi saya mengalami masalah-masalah kejiwaan terlebih dulu sebelum saya belajar," ungkap Nani. 

Sederet pengalamannya, perlahan membawa Nani pada titik perdamaian dengan dirinya sendiri. Dia mengaku telah berdamai dengan masa lalunya. Keberanian dan keyakinan inilah nantinya mengantarkan pada titik melihat dan memandang pihak lain sebagai sesama manusia.

Rekonsiliasi baginya bermakna pada perdamaian antara diri sendiri dengan masa lalu. Bila dalam kehidupan masih terhalang pelbagai perasaan amarah dan banyak hal destruktif, artinya masih berkutat pada tuntutan kebenaran. Maka itu, proses komplek harus dilalui dan akan berdampak pada mentalitas. Mampu tidaknya seseorang melewati tahapan itu menjadi kunci dari perdamaian dengan diri sendiri. Keadaan ini pula membawa Nani dan Agus memilih untuk membebaskan diri dari trauma berkepanjangan. Keduanya kini telah bisa melihat tragedi 65 secara lebih luas.

Perasaan untuk melakukan rekonsiliasi juga dirasakan Catherine Pandjaitan. Dia putri Mayjen TNI Anumerta Donal Isaac (DI) Pandjaitan, satu-satunya Pahlawan Revolusi gugur memakai seragam militer lengkap.

Harus diakui, kata Catherine, berdamai dengan diri sendiri bukan jalan mudah. Peristiwa mencekam itu membuatnya depresi selama 20 tahun. Banyak pertanyaan dalam dirinya tak bisa terjawab siapapun. Dia berulang kali cerita kepada orang di sekelilingnya. Namun itu tak pernah berhasil. Menjawab pelbagai pertanyaan dalam benaknya. 

Hingga akhirnya dia memutuskan untuk mendatangi psikiater. Oleh sang dokter diminta untuk keluar dari rumahnya. Di mana lokasi itu dia melihat langsung ayahnya ditembak mati pasukan Tjakrabirawa. Lantas darah ayahnya dibasuh ke wajah Catherine. Persis seperti digambarkan film Pengkhianatan G30S PKI.

Berita khas,

Dia berusia 17 tahun ketika kejadian. Saran dokter pun dilakukan. Catherine dititipkan kepada rekan ayahnya merupakan duta besar Indonesia di Swiss. Dia berpindah sekolah dari Tarakanita ke Swiss. Selama di Eropa, dia mengaku kehilangan gairah tanpa sosok ayah. Bahkan cita-citanya menjadi dokter anak terpaksa pupus.

Pindah ke Eropa tak lekas luka Catherine sembuh. Di sana dia hanya menunaikan kewajibannya untuk bersekolah. Traumanya masih ada. Hingga akhirnya dia menikah dan memutuskan kembali ke Indonesia.

Sekembalinya dari Eropa di tahun 1982, dia bertemu dengan seorang pastur di sebuah gereja. Kembali dia mengungkapkan trauma dan luka hatinya. Hebatnya, kata dia, pastur ini bisa memberikan pencerahan bagi hatinya. Pastur ini dianggap tak hanya memberikan wejangan. Catherine langsung diperlihatkan ayat dalam Alkitab. Semua terjawab dari kegelisahannya selama ini.

"Sejak itu lah saya belajar. Seberat-beratnya masalah kita akan kembali ke agama," kata Catherine kepada merdeka.com, Selasa pekan lalu.

Butuh proses panjang bagi Catherine untuk menghilangkan dendam dan amarah bersarang dalam dirinya itu. Selama proses itu, dia menyadari hal itu tak akan berujung pada sebuah kebahagiaan. Sebaliknya, sengsara dan kehampaan akan didapatkan.

Dalam upaya membangun rekonsiliasi, Catherine ikut bergabung dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB). Forum itu kumpulan dari anak-anak korban tragedi 65. Mereka terdiri dari anak para jenderal Pahlawan Revolusi dan anak PKI. Sudah banyak kegiatan dilakukan selama tergabung dalam forum tersebut. Mulai dari menjenguk salah satu anggota FSAB hingga menghadiri pernikahan Ilham Aidit, putra Ketua PKI Dipa Nusantara (DN) Aidit beberapa waktu lalu di Bandung. Komunikasi di antara mereka berjalan baik. Luka masa lalu, kata dia, sudah tak lagi diungkit.
#
Catherine sudah berjanji dalam diri. Sepakat tak lagi mewariskan dendam kepada keturunannya. Dia menginginkan perdamaian. Hingga 52 tahun kejadian kelam itu berlalu, sikap Catherine soal rekonsiliasi semakin matang. "Tuhan suka dengan kedamaian."

Diapoker.com

Putra Pahlawan Revolusi: Semua Bertanggung Jawan Yaitu Dalam Tragedi 65

Written By Unknown on Kamis, 05 Oktober 2017 | Oktober 05, 2017

Berita khas

Khas - Yaitu Sudah 52 tahun peristiwa penculikan dan pembunuhan enam jenderal TNI satu perwira. Yaitu terjadi pada 30 September 1965. Yaitu sejak masa reformasi, berbagai upaya penyelesaian tragedi berdarah itu dilakukan.
Situs Judi Online Terpercaya - Tetapi, nyatanya rekonsiliasi itu belum berjalan baik. Yaitu masing-masih ppihak yang terlibat dalam peristiwa G30S yaitu merasa dirinya sebagai korban. Tak ada keinginan untuk membuka diri. Apalagi mengakui kesalahan yang dilakukan kelompoknya.

Bandar Judi Online Terpercaya - Letjen (Purn) Agus WIdjojo adalah  putra sulung Pahlawan Revolusi Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomihardjo. Yaitu dia menilai PKI harus bertanggung jawab atas kekerasan yang mereka lakukan di tahun 1948, pada  oktober 1965 dan sebeklumnya. Mereka melakukan pembunuhan dan meneror masyarakat. Puncaknya adalah membunuh para jenderal di malam kelam tersebut.

Bandar Togel Online Indonesia - Tetapi setelah itu keadaan berbalik. Giliran ratusan ribu anggota PKI, atau mereka yang dituding PKI yaitu menjadi korban diibantai oleh rakyat antikomunis yang dibekingi TNI AD. Di sini fungsi perlindungan negara pada warganya dipertanyakan.

Agen Poker Online Indonesia - Agus menyaksikan ayahnya dijemput dan takj pernah kembali pada dini hari 1 Oktober 1965. Tetapi kemudian Agus memilih untuk menghentikan dendam dan menggagas rekonsiliasi di antara dua pihak. Yaitu dia tak mau kelak peristiwa semacam itu terjadi lagi di Indonesia. 

"Yaitu sampai kapan kita mau mewariskan dendam antara sesama anak bangsa," katanya pada khas228.blogspot.com.

Bandar Poker Online Indonesia -  Pada khas228.blogspot.com, Agus  bercerita panjang lebar soal peristiwa itu. Bagaimana pula tanggapannya yaitu soal isu kebvangkitan PKI. Simak wawancara Ramadhian Fadillah, Anisyah Al Fakir, Rendi Perdana dan Muhammad Zul Atsari dengan Letjen (Purn) Agus Widjojo Selasa pekan lalu.

Pernahkah anda terpikirkan untuk vbalas dendam?

Situs Judi Online Terbaik dan Terpercaya - Oh enggak ada. Bagaimana mau balas dendam. Siapa yang saya cari? memang saya ingin tahu juga, siapa yang bunuh ayah saya, dan bagaimana cara membunuhnya, mengapa dibunuh?

Kelak itu baru saya dapatkan dari pengetahuan-pengetahuan yang dalam selama saya menjadi perwira.

Forum Judi Online Terpercaya - Tapi ketia peristiwa itu terjadi, saya baru lulusan SMA. Yaitu saya tahu soal (G30S) itu karena mendengarkan radio dan melihat warta berita televisi yang masih hitam putih di TVRI.

Kenapa anda saat itu memilij menjadi tentara?

Kepastian Masa Depan. Saya ingin mencari bidang pengabdian yang bisa meneguhkan hati saya, saya menemukan itu adalah pengabdian dalam keprajuritan.

(Agus Widjojo yaitu masuk akademi militer sampai kemudian mencapai pangkat letna Jenderal)

Bukan karen ingin mencari pembunuh ayah anda, atau melakukan aksi balas dendam?

Oh tidak ada.

Saat ini Film soal G30S PKI yaitu ramai diputar lagi. Anda adalah saksi mata peristiwa tersebut. Yaitu bagaimana anda menilai film itu?

Itu merupakan kenyataan sejarah. Malam itu saya dengar suara sepatu boot loh dan tusukan bayonet di pintu. Saya dengar suara-suara teriakan. Tapi saya tidak bisa melihat langsung karena saya tidur di kamar sebelah.

Yaitu begitu kejadian saya langsung berpikir bahwa saya harus siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk ke depannya. Saat itu saya baru lulus SMA. Bisa dirasakan bagaimana tiba-tiba kepada keluarga itu lenyap, yaitu lantas bagaimana nasib kita?

Mungkin kalau tidak ada kejadi sepeti itu saya tidak bisa menjadi tentara seperti sekarang ini.

Apakah anda memaafkan tragedi 1965?

Berdamai dengan masa lalu. Yang sudah ya sudah. Belum tentu itu memaafkan. Tapi saya terima itu sebagai sebuah kenyatakan. Namun saya berpikit untuk kepentingan bangsa, yaitu bukan saya pribadi, atau untuk membalas dendam walaupun masih ada keinginan dalam diri sendiri masih ada rasa penansaran siapa sih yang sudah bunuh ayah saya itu, itu enggak bias dihindari.

Tapi ke depannya bagaimana kita sebagai masyarakat menghadapi hal itu? Yaitu mau terus begini? Saling mendendam? Sampai kapan? Itu saja yang saya pikirkan.

Bagaimana prosesnya sampai anda kemudian untuk menerima kenyataan sampai akhirnya menyuarakan rekonsiliasi antara para eks Tapol dan keluarga pahlawan revolusi?

Tidak gampang itu yah, karena itu sedang dalam proses pencarian. Waktu itu saya mendapat tugas sebagai komisi untuk perdamaian antar Timor Leste dan Indonesia yang angkatan bersenjatanya bersinggungan.

Yaitu mulai dari situ saya melihat adanya rekonsiliasi perdamaain dari kedua belah pihak yang sedang bertikai. Yaitu dari situ saya melihat bahwa perdamaian adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah pertikaian. Saya memutuskan untuk segera berdamai dengan keluarga pelaku dan juga keluarga korban tahun 65. Rekonsiliasi itu senditi baru bisa dipahami jika seseorang sudah berdamai dengan dirinya sendiri.

Dengan Situasi memanas lagi seperti saat ini, idealnya rekonsiliasi seperti apa?

Dalam kondisi seperti sekarang ini yang rawan setiap kali ada permasalahan, yaitu kita harus dekati dengan persamaan. Jangan tonjolkan perbedaan dulu. Tapi apa persamaan kita. Apa persamaan sebagai satu bangsa yang merekatkan kita. Apa persamaan kita? Itu dulu sampai sembuh sakitnya.

Yaitu karena masyarakat kita belum cukup dewasa untuk melihat satu masalah kebangsaan dari perspektif perbedaan. Yang sebetulnya bermanfaat untuk kita cari dan ambil yaitu pelajaran, justru untuk merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Masyarakat kita belum siap untuk sampai ke situ.

Kenapa rekonsiliasi sulit sekali dilakukan?

Saya setuju satu-satunya jalan untuk berdamai dengan masa lalu adalah dengan rekonsiliasi. Yaitu untuk sampai kepada space yang memungkinkan kita berekonsiliasi dengan semua pihak itu memang memerlukan persyaratan yang berat dan persyaratan itu tidak ada dalam masyarakat kita.

Kita belum siap untuk rekonsiliasi. Persyaratan itu adalah bahwa pertama semua harus berdamai dengan dirinya sendiri terlebih dahulu. Yaitu semua harus berdamai dengan masa lalunya dulu.

Kalau seperti kemarin kita liat masing-masing pihak masih menempatkan dirinya dalam konteks 65, yaitu dalam peran 65. Yah sudah, kemarin itu Indonesia masih berada seperti di tahun-tahun itu.

Kita tidak bisa menempatkan diri sebagai manusia di tahun 20167 dan mengadakan refleksi untuk melihat tragedi 65 dari perspektif indonesia tahun 2017.

Rekonsiliasi itu tidak menuding-nuding berbagai pihak. Apabila kita dari masing-masing pihak mengadakan refleksi dan introspeksi terhadap diri sendiri. Itu belum ada sifat di masyarakat kita.

Kalau kita lihat dulu ada Forum Silaturahmi Anak Bangsa yang memotori rekonsiliasi. Kini dengan situasi memanas seperti ini, apa tidak mundur lagi rekonsiliasi?

Ya kita untuk maju dan mendorong supaya mencapai kondisi rekonsiliasi secarasubtansif. Rekonsiliasi untuk kumpul-kumpul bersama sudah banyak. Forum Silaturahmi Anak Bangsa, yang kita adakan sendiri di situ ada anak Aidit Kartosuwiryo, tapi sekedar untuk duduk bersama dan makan bersama.

Tapi tidak secara substantif untuk mendorong masuk dengan mencari pengungkapan kebenaran. Yaitu guna memutar film, dan melihat pihaknya masing-masing, apa yang terjadi, di mana tanggung jawab pihaknya. Bukan tanggung jawab yang lain dalam tragedi 65.

Karena dalam tragedi 1965, yaitu masing-masing pihak hingga tingkat tertentu pasti punya tanggung jawab dan tidak mempersalahkan kepada satu pihak. Yaitu semua harus bertanggung kawab karena ini merupakan proses dan tragedi yang menyebabkan sebab dan akibat.

Kalau dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa tantanannya sudah pada intropeksi diri atau bagaimana?

Tidak ada hukun di Indonesia untuk membuat orang sampai ke tingkat itu. Forum itu sebenarnya sudah bagus, yaitu bisa berkumpul, bisa menyatu dengan anak korban dan pelaku. Tapi kelemhan dari rekonsiliasi semacam itu tidak ada pelajaran yang dipetik. Apa yang  salah dari masa lalu. Yaitu Bagaimana agar tidak terulang kembali sekarang ini?

Beberaoa waktu lalu diskusi di LBH yang dihadiri eks Tapol sempat dibubarkan Tanggapan anda?

Kelemahan even yang diadakan di LBH adalah pertama, yaitu dia banyak mengumpulkan dari kelompok yang sejalan dengan pemikirannya. Kalau itu ya kita akan makin mabuk.

Kedua berbicara akan meneruskan sejarah. Siapa pun tidak ada yang memiliki kewenangan meluruskan sejara. Tidak pula sejarawan.

Kedua pihak harus datang dan duduk bersama. Di mana letak tanggung jawab kelompoknya terhadap tragedi 65 itu. Semua dilandasi keinginan yang sama untuk bersatu kembali dengan berdamai pada diri sendiri dan dengan masa lalu . Itu berat. Itu susah. Yaitu saya tidak percaya itu ada pada masyarakat Indonesia saat ini.

Rekonsiliasi itu artinya pendekatan. Yaitu tidak bisa satu pihak mengaku sebagai korban. Yah tidak bisa donk. Itu lah sudah berpihak, dan korban tragedi 65 ini ada di mana-mana. Yaitu karena korban ada di mana-mana. Jadi, tidak satu pihak. Kita tidak bisa tarik garis, sana hitam, sini Begitu juga sebalinya. Maka tidak akan tercapai penyelesauan masalah seperti itu.

Jadi pertemuan ini hanya menambah polarisasi dengan kelompoknya yaitu saja dan kita akan susah bergerak untuk mencapi rekonsiliasi.

Kalau dulu, saat Saya simposium di Hotel Arya Duta yaitu banyak healing proses dan juga  truth seeking. Biarkan semua pihak bicara agar kita semua tahu. Kalu kemarin yang di LBH kan cuma satu pihak bicara agar kita semua tahu. Kalau kemarin yang di LBH kan cuma satu pihak yang ingin mencoba meluruskan sejarah. Yaitu tidak ada itu sebenarnya, jika mereka ingin meluruskan sejarah, itu versi dia. Jadi masyarakat kita belum siap untuk rekonsiliasi.

Simposium Tragedi 1965 di Aryaduta sempat mencuri perhatian. Kedua belah pihak dihardirkan untuk duduk bersama dan disaksikan banyak pihak. Apakah nanti akan ada simposium lanjutan?

Yah memnag benar. Tahun 1948 mereka (PKI) berontak. Yaitu sebetulnya 1963 mereka beralih strategi. Mereka memaksakan kebijakan-kebijakan yang pro komunis dan mereka akan menjadi anak emasnya Presiden Soekarno. Ada isu land reform, yaitu membagikan tanah.

Lalu ada rencana angkatan kelima, yaitu mempersenjatai buruh tani guna bisa untuk bisa menandingi Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, dan itu khas negara komunis. Ini mereka desakkan setelah mereka memenangkan hati dan pikiran Presiden Soerkarno.

Yaitu semakin intens lagi setelah mereka mendengar informasi desas-desus sakitnya Bung Karno dan tidak akan lama lagi bisa dikendalikan hidup Bung Karno dan tidak akan lama lagi bisa dikendalikan hiodup Bung Karno. Yang menentang itu paling gencar adalah Angkatan Darat. Tapi untuk Angkatan Darat lebih bersifat defensif.

Nah mungkin PKI ini yang terpancing "kapan nich kami bertindak. Yaitu kalau kami terlambat bertindak kami keduluan Angkatan Darat'. Mereka hanya terpancing untuk masuk.

Penculikan ini yaitu merupakan tradisi di tentara. Misal ada peristiwa Rengasdengklok. Nah ini kan kultur politik dulu, yang dilaksanakan oleh elemen-elemen yang tidak profesional. Yaitu aksi mereka langsung gagal. Tidak ada plan Bkarena mereka semua amatiran.

Mereka juga menanamkan dendam di hati masyarakat. Yaitu Tanya anggota HMI, Anshor, budayawan, iutu semua diintimidasi oleh Pemuda Rakyat. Ada tuh anggota Babinsa yang digorok yaitu karena berusaha melawan. Aksi seperti apa , aksi sepihak.

Jadi ketika saya duduk bersama anaknya Aidit, dan saya juga untuk dipertanyakan oleh teman-teman saya, ' nagapain duduk semeja dengan pembunuh ayahmu Gus?' Sayatidak permisif dengan tidakan saya itu, namun saya ingin memaksakan PKI yaitu harus ikut bertanggungjawab atas peristiwa 65.

Tanggung jawab dong, di mana letak tanggung jawabmu? Saya ingin mengatakan untuk PKI-PKI itu tangannya ikut berlumuran darah. Kenapa kalian tidak pernah mengatakan bahwa sebelum 1 Oktober 65 sebelum jam 4 pagi. Yaitu jam 4 pagi masih terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh PKI. Apalagi sebelum-sebelumnya tahun 48. Kuburan masal itu banyak. Kenapa tidak pernah disinggung? Itu yang may saya paksakan untuk diakui. Saya katakan, untuk adakan refleksi dan intropeksi pada diri kalian sendiri.

Dari kubu yang anti-PKI juga alasannya untuk mencegah korban yang lebih banyak yang diakibatkan oleh PKI, itu boisa diperyimbangkam. Tapi kalau hingga bertahun-tahun bela diri namanya bukan bela diri tapi ada  keterlibatan langsung dan ini yang tidak diakui dari sisi anti PKI.

PKI yaitu tidak mengakui pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum '65 dan mereka merasa tidak bersalah dan merasa menjadi korban dan di sini ada yang mengrakan negara tidak mungkin bersalah. Padahal negara punya tanggung jawab untuk melindungi warga negaranya.

Diapoker.com







































Luka Penyerangan Yaitu 1948 di Madiun

Written By Unknown on Selasa, 03 Oktober 2017 | Oktober 03, 2017

Berita khas

Khas - Episode  kelam pemberintakan PKI yaitu dimulai tahun 1948 di Madiun. Tokoh gaek Partai Kominis Indonesia (PKI), Musso, yaitu didukung pasukan Brigade 29. Mereka dikomandani Kolonel Semursono. Yaitu seorang tokoh Pesindo Beraliran merah.

Situs Judi Online Terpercaya - Pasukan Sumarsono-Musso yaitu menghabisi para lawan. Mengincar mereka bila dianggap tidak sejalan. Bahkan sampai menyerang kantor pemerintah dan pondok pesantren. Sejumlah tokoh dan alim  ulama dieksekusi. Kejam. Yaitu pasukan itu berjuluk Tentara Merah.

Bandar Judi Online Terpercaya - Pasukan ini juga  membantai Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo. Tokoh sekaligus gubernur yaitu pertama jawa Timur. Gubernur Soerjo, yaitu biasanya dia dipanggial. Tewas setalah dibantai dengan kejam. Dua perwira polisi kerap mendapinginya, yaitu juga tewas. Mereka ditelanjangi dan dibunuh. Padahal Gubernur Soerjo punya peran penting dalam mengobarkan perlawanan rakyat Surabaya melawan Inggris 10 November 1945.

Agen Judi Online Terpercaya - Pemberontakan Madiun segera ditumpas. Soekarno-Hatta memerintahkan Kolonel  Gatot Soebroto dan Kolonel Sungkono yaitu membasmi para avonturir tersebut. Pasukan TNI bergerak cepat. Merebut kota selama dikuasai pasukan komunis. Satu demi satu.

Bandar Togel Online Indonesia - Musso tewas ditembak. Begitu pula dengan dedengkot PKI lainnya, Amir Syarrifuddin bersama sejumlahh kader PKI. Tetapi, kasus ini tak tuntas.. Belanda keburu menyerang lewat agresi militer II. Fokus TNI berubah. Mereka lebih mempertahankan Republik Indonesia dari serangan penjajah. Yaitu sejumlah kader komunis lantas bisa melarikan diri.

Agen Poker Online Indonesia - Tahun 1954, Dipa Nisantara (DN) Aidit, Lukman dan Njoto merebut kepemimpinan PKI dari para kominis tua semacam Alimi. Yaitu mereka kembali membangun. PKI saat telah berantakan. Yaitu hasilnya mengejutkan. PKI tak cuma bangkit. DI pemilu 1955, mereka mencuri posisi empat besar.

Bandar Poker Online Indonesia - Kader dan simpanan PKI terus bertambah. Diperkirakan saat masuki awal tahun 1960, PKI memiliki 3 juta kader dan belasan juta simpatisan. Yaitu mereka merasa di atas angin. Apalagi politik Presiden Soekarno cenderung dekat Uni Soviet dan China setelah keluat dari PBB.

Forum Judi Online Terpercaya - PKI pun makin menyerang para lawan politiknya. Yaitu musuh terbesar mereka adalah TNI Angkatan Darat Umat Islam saat itu.

Situs Judi Online Terbaik dan Terpecaya - Bentrokan di akar rumput cukup sering terjadi. Beberapa kali massa underbouw PKI, seperti Barisan Tani Indonesia (BTI) yaitu menyeborot lahan milik negara dan tuan tanah. Ada peristiwa Jengkol. Indramayu dan Bandar Betsy. Seorang anggota TNI AD bernama Pelda Soedjono yaitu bahkan jadi korban. Dia tewas dicangkul massa.

Bukan hanya serangan. PKI juga melakukan aksi provokasi. Yaitu mereka kerap menggelar pertunjukan ludruk dengan judul-judul melecehkan Agama. Misalnya, 'Matibya Gusti Allah' atau 'Gusti Allah meninggal'.

Lalu ada peristiwa Kanigoro. Ketika itu ribuan anggota PKI dan simpatisannya, yaitu menyerang para Pelajar Islam Indonesia (PII) tengah mengikuti kegiatan di kediri.

Menjelang tahun 1965, provokasi makin. Sejumlah anggota PKI di Jawa Tengah meneror warga desa dengan aksi mengasah pisau di depan rumah. "Ganyang Tujuh Setan Desa." Pesan itu disuarakan di mana-mana.

Puncaknya saat 1 Oktober 1965. Ketua CC PKI DN Aidit, Ketua biro Chusus PKI Sjam Kamaruzzaman dibantu para tentara merah di bawah komandan Batalyon I Tjakrabirawa Letkol Untung Sjamsuri, menculik dan membunuh pucuk pimpinan Angkatan Darat. Mereka adalah Letjen Achmad Yani, Mayjen Soeprapto, Mayjen Haryono, Mayjen S Parman, Brigjen DI Pandjaitan, Brigjen Sutoyo dan ajudan Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Tendean. Lalu disebut Sebagai Pahlawan Revolusi.

Mereka menggunakan isu dewan jenderal. Lalu berdalih bergerak untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari tangan para pimpinan TNI AD. Sebab militer kala itu dituduh ingin mengkudeta.

Selain di Jakarta, aksi G30S juga terjadi di Yogyakarta. Kolonel Katamso dan Letkol Sugiono diculik dan dibunuh para tentara beraliran kiri. Beruntung aksi ini yaitu tak berumur panjnag. Panglima Kostrad Mayjen Soeharto yaitu langsung memimpin gerakan antikomunis untuk melawan petualangan Untuk Cs.

Amarah memuncak saat menyaksikan penggalian dan pengangkatan jenazah para jenderaldari Lubang Buaya. Seorang anggota RPKAD ikut peristiwa itu berbisik pada kawannya. "Lihat. jenderal saja diperlakukan seperti itu. Apalagi yang prajurit rendahan," ucapnya.

Sejak hari itu situasi berbalik. Dimotori Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, operasi penumpasan PKI yaitu digelar Rakyat semula takut pada kekuatan komunis mulai berani bergerak. Menangkapi dan melawan anggota PKI.

Peltu (Purn) Maman, seorang anggota RPKAD bahkan ikut operasi militer bersama Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Dia mengisahkan, Sungai Bengawan Solo berwarna merah karena darah. Banyak mayat tanpa kepala ditemukan mengapung.

"Pemandangannya mengerikan saat itu. RPKAD melatih warga untuk berani melawan komunis," kata Maman kepada  Khas228.blogspot.com beberapa waktu alu, 

Tetapi operasi ppenumpasan PKI yaitu dilakukan rakyat atas dukungan TNI AD, yaitu berjalan tanpa terkendali. Tanpa pandang bulu, semua dituduh PKI diciduk dan dieksekusi mati. Minimal ditahan beberapa tahun tanpa pengadilan.

Moh Tarup (71), misalnya. Warga  Pati, Jawa Tengah ini cuma pencari rumput. Tigasnya sehari-hari mencarikan rumput untuk ternak milik majikannya. Apes. Sang majikan ternyata anggota PKI. Tarup pun ikut diciduk dan ditahan tanpa pengadilan. Selama di tahan kerap yaitu dipukuli dan disiksa. Dia diminta menunjukkan keberadaan sang majikan.

"Saya tidak tahu apa-apa. Saya cuma orang miskin, cuma orang  bodoh. Kok kena ciduk juga," ungkap Moh Tarup kepada Khas228.blogspot.com

Bagi mereka diketahui jelas anggota PKI, BTI atau Gerwani paling merasakan menderita. Yaitu Banyak Gerwani diperkosa. Sedangkan lainnya dibunuh dengan cara mutilasi.

Berita khas

Posisi PKI yaitu terbalik. Mereka diburu dan menjadi korban. Tak ada sisa-sisa arogansi mereka sebelum revolisi. Kolonel Sarwo Edhie Wibowo bahkan memperkirakan jumlah korban mencapai tiga juta orang.

Letjen (Purn) Agus Widjojo yaitu sekaligus putra pahlawan revolusi Mayjen Sutoyo Siswomihardjo ini meminta semua pihak mengakui perannya  dalam tragedi 1965. PKI jelas bersalah dalam kasus ini. Tapi jangan lupakan juga rakyat dan TNI AD melakukan pembersihan pada kepada orang-orang dituding anggota PKI.

"Tangan Partai Komunis Indonesia yaitu juga berlumurah darah. Mereka harus bertanggung jawab atas kekerasan yang mereka lakukan dari tahun 1948 sampai 1 Oktober 1965. Setelah itu keadaan terbalik, gantikan mereka yang menjadi korban,"
 ujar Agus Widjojo.

Dia selama ini dikenal kerap melakukan rekonsiliasi. Tetapi itu harus diakui tak mudah. Mereka harus berdamai dengan diri sendir dahulu. Keinginannya juga sederhana. Dia hanya ingin tidak mewariskan dendam masa lalu kepada anak cucunya kelak.

Pandangan masalah ini, kata Agus, semua yaitu merupakan korban. Sudah sewajarna mereka saling memaafkan. " Sampai kapan kita akan terus mewarisi dendam," tegas Agus.

Diapoker.com














Persyaratan Rekonsiliasi Tak Ada Dalam Untuk Masyarakat

Written By Unknown on Senin, 02 Oktober 2017 | Oktober 02, 2017

Berita khas

Khas - Sudah 52 tahun peristiwa penculikan dan pembunuhan enam jenderal TNI dan satu perwira. Yaitu terjadi pada 30 September 1965, Sejak masa reformasi, berbagai upaya penyelesaian tragedi berdarah itu dilakukan. Semua pihak campur tangan untuk menuju rekonsiliasi.

Situs Judi Online Terpercaya - Tetapi, nyatanya rekonsiliasi itu belum berjalan baik. Yaitu banyak pihak tyerutama keluarga korban yaitu sudah mulai menerima tragedi'65 sebagai sebuah kenyataan hidup. Sementara beeberapa pihak masih merasa menjadi yang dikorbankan dan menuntut keadialan kepada Negara.

Bandar Judi Online Indonesia - Ini yaitu merupakan salah satu indikator bahwa rekonsiliasi belum mencapai titik temu Tak hanya itu, saat ini isu kebangkitan PKI yaitu kembali memanas dijadikan kambing hitam dari kenyataan sejarah. Yaitu banyak pihak berupaya kembali membelokkan fakta sejara tentang tawasnya tuhuh pahlawabrevolusi di Lubang Buaya.

Agen Judi Online Indonesia - Pernyataan tersebut yaitu disampaikan putra sulung Brigjen Sutoyo Siswomihardjo, Agus WIdjojo. Nerikut wawancara tim Khas228.blogspot..comn dengan Letjen (Ourn) Agus WIdjojo dilakukan pada Selasa pekan lalu.

Bagaimana tanggapan Bapak terkait kembali memanasnya isu kebangkitan PKI?

Bandar Togel Online Indonesia - Tidak ada kondisi yang sengaja membuat masalah itu muncuk maka dia tidak akan muncul, mungkin juga dia malah diimbangi dengan masalah lain untuk yang bersifat lebih mendesak, sebenarnya luka itu bekum sembuh (tragedi 65).

Saat ini sudah sering dibahas rekonsiliasi. Idealnya seperti apa dengan situasi memanas lagi seperti saat ini?

Agen Poker Onlien Indonesia - Itu sudah garis besarnya tuh, pertama up run, bottom line. Yaitu dalam kondisi seperti sekarang ini, prioritas harus kita tunjukkan karena itu merupakan anugerah dan kekayaan bagi kita. Namun dalam kondisi seperti sekarang ini yang masih rawan setiap kali ada permasalahan kita harus dekati dengan persamaan sampai dia sembuh sakitnya. Yaitu karena masyarakay kita belum cukup desawa untuk melihat satu maslaah kebangsaan dari perspek tif perbedaan yang sebetulnya bermanfaat untuk kiya cari dan ambil pelajaran, justru untulk merekatkan persetuan dan kesatuan bangsa, masyarakat kita pasti belum siap untuk sampai ke situ.

Apa yang bikin retak di antara kita?

Bandar Poker Online Indonesia - Kita belum siap untuk rekonsiliasi, persyaratan itu adalah bahwa pertama semua harus berdamai dengan dirinya sendiri terlebih dahulu. Yaitu semua hari berdamai dengan masa lalunya dulu, kalau seperti kemarin kiya lihat masin-masing pihak masih menempatkan dirinya dalam konteks 65, dalam peran 65. Ya sudah, kemarin itu Indonesia yaitu masih berada sepeti di tahun-tahun itu.

Situs Judi Online Terbaik dan Terpercaya - Kita tidak bisa menempatkan dirinya sebagai manusia di tahun 2017 dan mengadakan refleksi untuk melihat tragedi 65 dari perspektif Indonesia tahu 2017. Yaitu dengan keluar dari konteks 65, apa uitu persyaratannya? Rekonsiliasi itu tidak menunding-nuding berbagai pihak. Apabila kita dari masing-masing pihak mengadakan refleksi dan intropeksi yaitu terhadap diri sendiri untuk memberi ruang secara sukarela guna ada kesepajatan bagaimana seharunya kita sebagai bangsa melihat dengan keadaan sekarang, itu belum ada sifat di masyarakat kita.

Kalau kita lihat dulu ada Forum Silaturahmi Anak Bnagsa. Apa enggak mundur lagi dengan kondisi-kondisi seperti itu?

Ya kita untuk maju dan mendorong supaya mencapai kondisi rekonsiliasi secara subtansif. Rekonsiliasi kumpul-kumpul bersana sudah banyak. Forum Silaturahmi Anak Bangsa, yang kita adakan sendiri di situ ada anak Aidit, Kartosuwiryo, tapi sekedar untuk duduk bersama dan makan bersama, tapi tidak secara substantif untuk mendorong masuk pihaknya masing-masing, apa yang terjadi, di mana tanggung jawab pihaknya, bukan tanggung jawab yang lain dalam tragedi 65.

Karena dalam tragedi, masing-masing pihak sampai tingkat tertentu pasti punya tanggung jawab dan tidak bisa mempersalahkan kepada satu pihak, juga dipertanggungjawabkan dengan mengakui 'saya korban', dan semua ini harus bertanggung jawab karena ini merupakan proses dan tragedi yang menyebabkan sebab dan akibat.

Kalau dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa tatanannya sudah pada intropeksi diri atau bagaimana?

Yaitu tidak ada hukum di Indonesia untuk membuat orang sampai ke tingkat itu. Forum itu sebenarnya sudah bagus, bisa berkumpul, bisa menyatu dengan anak korban dan pelaku. Tapi kelemahan dari rekonsiliasi semacam itu tidak ada pelajaran yang dipetik. Apa yang terjadi kesalahan di masa lalu, kalau memang sekarang kita sepenuhnya menerima dan masuk ke dalam demokrasi, sebetulnya tragedi 65 tidak akan terulang kembali. Segala sesuatu masalah kebangsaan akan dipandang memalui kaidah demokrasi dan diselesaikan dengan kaidah-kaidah demokrasi juga bahwa suatu perbedaan itu harus diselesaikan dengan kekuatan.

Kelemahan event yang diadakan di LBH adalah pertama, dia banyak mengumpulkan dari kelompok yang banyak sejalan dengan pemikirannya. Kalau itu ya kita akan makin mabuk. Kedua akan meneruskan sejarah. Siapa pun yang memiliki kewenangan meluruskan sejarah tidak pula sejarawan, namun bahwa pepristiwa masa lalu akan didapat dengan datang berkumpul bersama, di mana letak tanggung jawab belompoknya terhadap tragedi 65 itu. Itu dibuktikan, maka kebenaran kul tural akan terbongkar untuk melihat bahwa kita semua dilandasi keinginan yang sama untuk bersatu kembali dengan berdamai pada dirti sendiri dan dengan masa lalu. Itu berat. Itu susah. Saya tidak percaya itu ada pada masyarakat Indonesia saat ini. Akhirnya akan kembali-kembali juga orang banyak menyebutkan rekonsiliasi.

Rekonsiliasi itu artinya pendekatan. (Kalau hanya) korban ya tidak bisa dong. Itu sudah berpihak dan korban tragedi 65 ini ada di mana-mana. Karena korban ada di mana-mana, maka perlu juga ada perhatian-perhatian yang diberikan kepada korban, itu timbal baliknya. Jjadi, tidak satu pihak. Kita tarik garis, sana hitam, sini putih. Begitu juga sebaliknya. Maka tidak tercapai masalah seperti itu. Yaitu jadi juga tujuan dari pertemuan itu dia tidak meletakkan dirinya pada jalur, itu hanya menambah polarisasi dan kita akan susah bergerak untuk mencapai rekonsiliasi.

Kalau dulu, saat Saya simposium di Hotel Arya Duta banyak kealing proses dan juga truth seekinh. Yaitu biarkan semua pihak bicara agar kita semua tahu. Kalau Kemarin yang di LBH kan cuma satu pihak yang ingin mencoba meluruskan sejarah. Tidak ada itu sebenarnya, jika mereka ingin meluruskan sejarah, itu versi dia. Jadi masyarakat kita belum siap untuk rekonsiliasi

Simposium Tragedi 1965 di Aryaduta sempat mencuri perhatian. Kedua belah pihak dihadirkan untuk duduk bersama dan disaksikan banyak pihak. Apakah nanti akan ada simposium lanjutan?

Harus dilalui dengan proses pencerahan terlebih dahulu kepada semua pihak terhadap apa yang akan direkonsiliasi. Apakah kita sepakat untuk melalui rekonsiliasi? Apa kita mau terus fanatik, saling memusuhi, sampai kapan? Dikasih dengan cara-cara apapun itu tidak akan menyelesaikan. 

Masyarakat kembali memanas dan menyangkut-pautkan berbagai hal dengan PKI. Menurut Anda, bagaimana masyarakat saat ini harus bersikap terhadap isu komunisme?

Bawalah kepada fakta dan bagaimana menyikapi kondisi seharusnya. Sebetulnya rambu-rambu hukum sudah cukup kuat, terutama MPRS tahun 1966. Turut menyebarkan ajaran komunisme yang diancam dengan hukuman-hukuman tertentu. Misalnya, tegakkan lagi seperti itu. Hanya mungkin memang, hukum itu belum konkret yang dinyatakan sebagai menyebarkan ajaran komunisme yang bagaimana, jangan sesuatu yang sifatnya sangat umum. 

Saya ingatkan kembali seperti (kepada) para peserta dari Lemhanas. Vietnam itu negara dengan partai tunggal dengan nama Sosialis Vietnam, dengan bendera warna merah dan lambang palu arit, dan itu dijual sebagai souvenir. Kalau memang itu mau dilarang di Indonesia, cantumkan peraturan itu dalam undang-undang. Itu pun harus dengan konkret agar semua tahu akan hal itu. Tapi tentunya kalau itu hanya sebatas komunitas publik, tentunya itu merupakan suatu sifat yang umum. Lantas apa yang dikatakan sebagai penyebaran paham dan ajaran komunisme, harus diperjelas juga maksud dalam undang-undang tersebut.

Sehingga kita bisa mengatakan, ini lihat jadi bukan yang angan-angan, yang ada sikapnya sedikit saja bersinggungan. Nah itu harus konkret dan terukur. Bisa dikatakan bahwa ini yang melanggar tindakan hukum yang sekarang berlaku. Kalau tidak seperti itu, ya peraturan bisa berubah-ubah. Tadi juga saya lihat bahwa pernyataan kepolisian tentang LBH kemarin tidak ada unsur ajaran komunis. Lantas gimana, itu harus ada penjelasan ke publik dan masyarakat. Oleh karena itu, akan non produktif apabila saat ini kita sudah mencoba untuk mendekati permasalahan kebangsaan ini dari perspektif yang berbeda. Kita belum cukup cerdas untuk membahas perbedaan di kalangan sesama warga bangsa untuk bisa menarik sebuah pelajaran. Sebetulnya dia mengandung banyak pelajaran, tapi kalau kita tidak bisa menarik kesimpulan dari pelajaran itu ya hanya lebih bersifat deduktif dibanding dengan konstruktif. 

Kalau pun kita bisa dipecah belah itu tergantung dari dalam diri kita. Tapi jangan sampai kita membuat kelemahan sehingga kita bisa diadu domba di antara kita dan kalau kita lihat di zaman modern seperti sekarang. Yang membuat sebuah negara terpecah-terpecah apabila angkatan bersenjatanya bisa dipecah-pecah. Jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa ini ada konspirasi, itu tergantung dari kitanya seperti apa menghadapi ancaman perpecahan itu sendiri. Juga tergantung dalam kita punya pertahanan nasionalnya. Kalau sampai ada pihak luar yang bisa mencapai kepentingan pasti ada kelemahan dalam diri kita, jangan boleh terjadi.

Sebetulnya ada juga pengaruh kecil dari infiltran-infiltran komunis pada tahun ’65. Oleh sebab itu ada seseorang pengamat dari luar negeri mengatakan bahwa perwira TNI AD yang dibunuh di Lubang Buaya itu dibunuh oleh sesama perwira TNI AD lainnya. Tahun ‘65 itu ada yang disusupi sehingga ada yang bersimpati dan berpihak, ada yang dengan komunis. Tetapi kita perlu jujur juga bahwa, apabila kita berdamai dengan masa lalu ya maka kita lihat juga bahwa harus dijaga tentang perlakuan negara terhadap warga negaranya. Bahwa ada yang berpendapat kalau negara itu tidak pernah bisa sama, nah ini kan dengan jelas ada dua pihak. Sama-sama pegang pendapatnya sendiri, tidak mau disalahkan dan menuntut, saling menuduh anggota lain sebagai pihak yang bersalah.

Sekarang kan ada responsibility to protect. Itu bisa dan boleh dimiliki oleh negara dan diimplementasikan dengan secara bertanggung jawab untuk melindungi sebagian besar warga negaranya, bukan untuk menindas warga negaranya. 

Film G 30S PKI kembali di putar setelah dulu dihentikan oleh TNI AU tahun 1998. Tahun ini untuk pertama kalinya TNI AD mendukung pemutaran film tersebut. Bagaimana tanggapan Bapak?

Ya itu saya katakan, bahwa hal semacam itu masih sangat hidup di masyarakat Indonesia. Bahwa ada pihak yang antagonistis saat tragedi ‘65 dan pihak yang dituduh untuk berpihak pada salah satu pihak yang bertikai. TNI AU merasa dirugikan karena kejadiannya banyak di areal Halim, oleh karena itu datang dari figur TNI AU pada saat itu. Mengenai film itu, kalau itu adalah pembunuhan dan pembuangan jasad jenderal TNI AD di sumur tua di Lubang Buaya, itu fakta sejarah dan diculik satu per satu. Saya ada di rumah pada waktu itu. Masalahnya adalah luka ini tidak akan sembuh. Sehingga mudah untuk muncul lagi karena memang kita tidak tahu sikap kita bagaimana untuk keluar dari permasalahan itu sebagai bangsa dan warga masyarakat. Kalau masyarakat Indonesia sudah ‘sehat’ saya kira tidak akan ada masalah khusus jika memang film ini mau diputar kembali karena ini kan merupakan fakta sejarah. Tapi punya konotasi politik.

Tapi dari TNI AU sudah mendengar rencana pemutaran lagi film ini?

Saya rasa tidak setajam yang lalu walaupun memang masih kembali pada luka lama itu masih ada. Itu persepsi diri yang sebetulnya juga membuat kita bertanya apakah perlu dimunculkan dikotomi itu ? Kalau memang mau diputar ya diputar saja. Kalau dikatakan bahwa itu fakta, ya memang itu terjadi dan merupakan sejarah kita, tapi karena diberi bobot konotasi politik itu menjadi ‘ramai’.

Sebagai saksi sejarah saat itu, bagaimana Bapak menilai film G 30S PKI?
Itu merupakan kenyataan sejarah. Sudah merupakan perjalanan sejarah dan itu di masa lalu. Saya anak laki-laki sih ya. Saya punya adik perempuan, traumatiknya begitu berkepanjangan. Begitu kejadian saya langsung berpikir bahwa saya siap menghadapi kemungkinan terburuk ke depannya. Saya harus tetap mengejar masa depan, saat itu saya baru lulus SMA (18), bisa dirasakan bagaimana dengan tiba-tiba kepala keluarga itu lenyap tidak tahu mengapa lantas bagaimana nasib kita? Mungkin kalau tidak ada kejadian seperti itu saya tidak bisa menjadi tentara kayak sekarang ini. 

Lantas apa yang kemudian membuat bapak ingin menjadi tentara?

Kepastian masa depan, saya ingin mencari bidang pengabdian yang bisa meneguhkan hati saya, itu adalah pengabdian dalam keprajuritan. 

Pernahkah Bapak terpikirkan untuk balas dendam ?

Oh enggak ada. Bagaimana mau balas dendam orang itu tragedi nasional kok. Siapa yang saya cari? Saya pengen tahu juga sih, siapa yang bunuh ayah saya, bagaimana cara membunuhnya, mengapa dibunuh Itu baru saya dapatkan dari pengetahuan-pengetahuan yang dalam selama saya menjadi perwira. Tapi ketika itu, lulusan SMA, paling ketika tahu bagaimana ramainya politik pada saat itu, kita baca surat kabar, mendengarkan radio dan melihat warta berita televisi yang masih hitam putih yaitu TVRI.

Apakah Bapak sudah memaafkan tragedi 1965?

Berdamai dengan masa lalu, yang sudah ya sudah. Belum tentu itu memafkan, tapi saya terima itu sebagai sebuah kenyataan. Tetapi saya berpikir untuk kepentingan bangsa, bukan saya pribadi, atau untuk membalas dendam walaupun masih ada keinginan dalam diri sendiri masih ada rasa penasaran siapa sih yang bunuh ayah saya itu, itu enggak bias dihindari. Tapi ke depannya bagaimana kita sebagai masyarakat menghadapi hal itu? Mau terus begini? Saling mendendam? Sampai kapan? Itu aja sih yang saya pikirkan.

Bapak adalah korban dari tragedi ’65. Sejauh ini Bapak yang paling ‘legowo’ atas peristiwa itu. Bagaimana Bapak menjalani proses stu sampai akhirnya menerima dengan lapang dada?

Enggak gampang itu ya, karena itu proses pencarian. Waktu itu saya mendapat tugas sebagai komisi untuk perdamaian antar kedua belah pihak yaitu Timor Leste dan Indonesia yang angkatan bersenjatanya berkeras bersinggungan. Mulai dari situ saya melihat adanya rekonsiliasi perdamaian dari kedua belah pihak yang sedang bertikai. Dari situ saya melihat bahwa perdamaian adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah pertikaian. Saya memutuskan untuk segera berdamai dengan keluarga pelaku dan juga keluarga korban tahun ‘65. Rekonsiliasi itu sendiri baru bisa dipahami jika seseorang sudah berdamai dengan dirinya sendiri. 

Bagaimana dengan para anggota di Forum Silaturahmi Anak Bangsa?

Sangat sedikit

Kalau doktrin di Angkatan Darat tentang komunis itu seperti apa? Bagaimana cara doktrin tentang komunis ini diajarkan?

Ya memang benar. Masalahnya bukan sejarah. (Tahun) ‘48 mereka (PKI) berontak. Sebetulnya ‘63 mereka beralih kepada dari strategi revolusioner Rakyat Cina. Mereka memaksakan kebijakan-kebijakan yang pro komunis dan mereka menjadi anak emasnya Presiden Soekarno, di antaranya ada lentiform. Yang sebetulnya mereka tidak mau dibuka kedoknya. Angkatan kelima, mempersenjatai buruh tani guna bisa mendampingi Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, dan itu khas negara komunis. Ini mereka desakkan setelah mereka memenangkan hati dan pikiran Presiden Soerkarno. Semakin intens lagi setelah mereka mendengar informasi desas-desus sakitnya Bung Karno dan tidak akan lama lagi bisa dikendalikan hidup Bung Karno. Yang menentang itu paling gencar adalah Angkatan Darat. Tapi Angkatan Darat lebih bersifat defensif. 

Nah mungkin PKI ini yang terpancing ‘kapan nih kita bertindak. Kalau kita terlambat bertindak kita keduluan Angkatan Darat’. Mereka terpancing untuk masuk, yang di dalamnya juga masih belum utuh sebetulnya karena mereka menyusupkan orang-orang PKI ke dalam AD. Mungkin juga ini berbaur dengan kepentingan Presiden Soekarno. Bisa jadi penculikan ini ujung politik angkatan ‘45 yaitu penculikan di Rengas Dengklok. Nah ini kan kultur politik dulu, yang dilaksanakan oleh elemen-elemen yang tidak profesional. Makanya mereka mengambil jenderal Yani. Enggak nyangka kalau bakal ada perlawanan. Bagaimana mau diculik enggak bisa, ya ditembak, pengawalnya juga ditembak. Di rumah Jenderal Pandjaitan juga ada keponakan laki-laki, ada senjata lalu ada perlawanan. Gimana ini? Ya tembak aja. Di rumah Jenderal Nasution, ya mereka kira itu Nasution, ya ditembak juga. Ketika dibawa ada koordinator di Lubang Buaya dia melihat ada yang mati dan dia simpulkan bahwa ‘gerakan kita gagal’. Mereka tidak punya plan B apabila gerakan mereka gagal, semua amatiran.

Mereka juga menanamkan dendam di hati masyarakat. Tanya anggota HMI, Anshor, budayawan, itu semua diintimidasi oleh Pemuda Rakyat. Ada tuh anggota Babinsa yang digorok karena berusaha melawan. Aksi seperti apa, aksi sepihak. Jadi ketika saya duduk bersama anaknya Aidit, dan saya juga dipertanyakan oleh teman-temen saya, ‘ngapain duduk semeja dengan pembunuh ayahmu Gus?’ Saya tidak permisif dengan tindakan saya itu, tetapi saya ingin memaksakan PKI harus ikut bertanggungjawab atas peristiwa ’65. Tanggung jawab dong, di mana letak tanggug jawabmu? Saya ingin mengatakan PKI-PKI itu tangannya ikut berlumuran darah. Kenapa kalian tidak pernah mengatakan bahwa sebelum 1 Oktober ‘65 sebelum jam 4 pagi. Jam 4 pagi masih terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh PKI. Apalagi sebelum-sebelumnya tahun 48. Kuburan masal itu banyak. Kenapa tidak pernah disinggung? Itu yang mau saya paksakan untuk diakui. Saya katakan, adakan refleksi dan intropeksi pada diri kalian sendiri. 

Dari Sisi yang anti PKI juga alasannya adalah bahwa gerakan-gerakan itu termasuk Pulau Buru. Tindakan yang keras ke PKI untuk mencegah korban yang lebih banyak yang diakibatkan oleh PKI bisa dipertimbangkan. Tapi kalau sampai bertahun-tahun bela diri namanya bukan bela diri tapi ada keterlibatan langsung dan ini yang tidak diakui dari sisi anti PKI. 

PKI tidak mengakui pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum ‘65 dan mereka merasa tidak bersalah dan merasa menjadi korban dan di sini ada yang mengatakan negara tidak mungkin bersalah. Nah sekarang kita sudah dibukakan dengan responsibility protect. Kalau dulu kedaulatan adalah hak sebuah negara dari ancaman negara lain, dan bisa mengatakan ini kedaulatan maka kalian tidak bisa ikut campur. Nah sekarang enggak bisa karena munculnya Amerika sebagai negara Adidaya. Jangan kita merasa tersinggung karena itu tapi tunjukan oke negara kamu punya hak atas kedaulatan tetapi diwujudkan dan dimanifestasikan dalam tanggung jawab melindungi hak dasar warga negara bukan untuk menindas warga negara dan itu dikatakan responsibility protec. Jadi masyarakat kita belum siap untuk melakukan rekonsiliasi dari semuanya.

Menurut Bapak siapa yang memainkan isu ini? Oposisi kah?

Ya campur aduk sih. Segala cara digunakan untuk mencapai tujuannya yang beraneka ragam dan pasti itu tujuan politik.

Sebetulnya ketakutan masyarakat kepada PKI saat itu karena apa?

Karena dibuat dalam kemasan informasi yang menakutkan dan itu belum tentu benar. Kalau istilah yang diangkat dalam orde baru ekstrem kiri dan ekstrem kanan itu saya ulang itu kedaulatan Pancasila. Itu datang dengan segala spektrumnya. Kalau ekstrem kiri itu ada kemungkinan untuk datang kembali. Apakah ektrim kanan tidak akan muncul kembali? Tanya orang Jawa Barat sekarang ini, dari mana gerakan-gerakan intoleransi.

Sampai Bandung saya ketemu dengan kaum tengah. Di pantai utara juga banyak pesantren-pesantren pusat pusat agama Islam juga banyak, tetapi mereka bukan teroris. Oleh karena itu selalu beritanya Bandung, Bogor. 

PKI bilang G30S itu kan di Jakarta. Tapi merembet juga sampai Yogya. Bagaimana menurut Anda?

PKI itu partai politik yang militan. Tujuan politiknya jelas, caranya jelas dan organisasinya jelas. Jadi tidak sulit untuk mereka mempersiapkan gerakan yang mereka antisipasikan dalam waktu yang tidak lama. Bahwa inisiatif di Jakarta ya. 

Diapoker.com






Makan Malam Yaitu Bersama Gerwani dan Anak Pahlawan Revolusi

Written By Unknown on Minggu, 01 Oktober 2017 | Oktober 01, 2017

Berita Khas

Khas - Pandangan Soemini sesekali menengok ke arah jendela. Dua tangannya mendekap. Diletakkan di atas paha. Jari-jemarinya tak bisa diam. Tatapannya agak sendu. Di dalam mobil lebih banyak diam. Hanya sesekali menanggapi pembicaraan. 

Situs Judi Online Terpercaya - Dia mantan anggota Gerakan Wanita (Gerwani), organisasi dimiliki Partai Komunis Indonesia (PKI). Kami mengajaknya ke Jakarta dari Pati, Jawa Tengah. Tujuannya sederhana. Mempertemukan dia dengan anak Pahlawan Revolusi untuk rekonsiliasi. Pertemuan diatur rapih. Di sebuah restoran kawasan Jakarta Pusat. Kami memfasilitasi.

Bandar Judi Online Terpercaya - Soemini datang didampingi Moh Tarup, eks tahanan politik. Usia mereka sudah sepuh. Di atas 70 tahun. Kami menjemput mereka di Pati. Selanjutnya menuju Semarang, memakan waktu tiga jam. Kami lalu naik kereta dari Stasiun Semarang Tawang menuju Ibu Kota.

Agen Judi Online Terpercaya - Dua anak jenderal Pahlawan Revolusi sebelumnya sudah bersedia menemui. Adalah Agus Widjojo dan Catherine Panjaitan. Mereka anak Brigjen Sutoyo Siswomihardjo dan Donal Issac (DI) Pandjaitan. Agus dan Catherine memang sudah dikenal lebih terbuka dalam masalah ini. Hari Kamis, 28 September 2017 pada jam 5 sore, akhirnya dipilih. Keduanya sepakat bertemu Soemini.

Bandar Togel Online Indonesia - Tanggal 28 September 2017, pukul 4 pagi. Soemini dan Moh Tarup tiba di Jakarta. Kami menjemput di Stasiun Gambir. Mereka langsung kami antar ke hotel bintang dua bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Melanjutkan istirahat.

Agen Poker Online Indonesia - Pukul 1 siang, kami kembali menjemput Soemini dan Moh Tarup di hotel. Lalu mengajak keduanya ziarah ke Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan. Siang itu Soemini mengenakan batik cokelat dan celana panjang berwarna cokelat. Sebuah selendang dikalungkan ke lehernya. Rambutnya diikat sebagian. Meski sudah berusia lanjut namun tak banyak uban terlihat di rambutnya. Langkahnya pun pelan memasuki tempat pertemuan. Sedangkan Moh Tarup memakai batik hijau lengan panjang.

Bandar Poker Online Indonesia - Tujuh makam Pahlawan Revolusi kami sambangi. Tangisan mendadak pecah dari mata Soemini di depan makam Jenderal Ahmad Yani. Dia mengirim doa. Lalu berdiri menaburkan bunga. Kemudian melanjutkan ke makam para Pahlawan Revolusi lainnya.

Situs Judi Online Terbaik dan Terpercaya - Ini pengalaman pertama mereka mendatangi makam para Pahlawan Revolusi korban peristiwa 30 September 1965. Selama ziarah, Soemini mengaku tak kuat menahan kesedihan. "Seperti merasakan ada sosoknya dekat di diri kita," ucap Soemini kepada kami.

Langkah Soemini sebenarnya mulai lemah. Dia sudah diingatkan dokter agar tidak berjalan terlalu lama. Tapi tidak ketika berziarah. Dia begitu semangat. Mesti harus dipandu bila tengah menaiki anak tangga.

Setengah jam kemudian, ziarah usai. Kami sengaja beristirahat sejenak. Mencari tempat makan di sekitar Tebet, Jakarta Selatan. Karena siang itu cuaca cukup cerah. Sambil menunggu waktu pertemuan dengan para anak jenderal Pahlawan Revolusi. Sekitar pukul 3 sore, kami langsung menuju lokasi pertemuan.

Berita Khas

Soemini dan Moh Tarup tiba di lokasi setengah jam lebih awal. Kami kembali mengajaknya beristirahat. Sambil minum teh manis hangat. Wajah Soemini terlihat mulai gugup. Waktu pertemuan semakin dekat. Kami lantas mengajak mereka ruangan pertemuan. Naik lift ke lantai 3. Namun, keduanya tiba-tiba berpapasan dengan Agus Widjojo. Mereka kaget. Ini pertemuan pertama mereka. Kami memperkenalkan keduanya kepada Agus. Sedangkan Catherine sudah menunggu di ruangan.

Tepat pukul 5 sore pertemuan berlangsung. Tiba di ruangan, Soemini kembali kaget. Dia senang bisa bertemu dengan Catherine. Mereka berpelukan. Suasana semakin hangat dan cair. Dalam ruangan, Soemini dan Moh Tarup duduk bersebelahan. Mereka satu meja makan berbentuk bulat bersama Agus dan Catherine. Selain itu juga hadir Ketua Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) Suryo Susilo dan Mayang Pandjaitan, putri Catherine sekaligus cucu DI Pandjaitan. Hadir pula Pemimpin Redaksi merdeka.com, Wens Manggut di tengah mereka.

Soemini diberikan kesempatan pertama berbicara. Hanya satu keinginannya bertemu anak jenderal Pahlawan Revolusi. Menjelaskan bahwa dirinya tak pernah ikut membunuh Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya ketika peristiwa kelam 1 Oktober 1965.

"Saya dituduh ikut membunuh jenderal, mencungkil mata dan menyayat penis mereka. Itu tidak benar," kata Soemini dalam pertemuan itu. Selanjutnya pembicaraan berlangsung santai. Soemini mengaku tak percaya bisa bertemu dengan anak para Jenderal. Suasana pun menjadi haru.

Dia melanjutkan menceritakan kehidupannya dulu dan sekarang. Masa kelamnya ketika itu, Soemini mengaku pernah ditahan tanpa diadili selama 6,5 tahun. Sebagai anggota Gerwani, dia pernah menjabat Ketua ranting Gerwani Desa Ngerandu, Pati.

Keterlibatannya dalam organisasi Gerwani membuatnya ikut dituduh sebagai pelaku pembunuhan enam jenderal dan satu perwira. Padahal saat kejadian, Soemini tengah berada di Bogor untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

"Saya memang ikut Gerwani, jujur. Saya ikut Gerwani itu tidak karena paksaan," ungkap Soemini.

Mendapatkan kesempatan bertemu dan berbincang dengan Agus dan Catherine, Soemini pun tak kuasa menahan air mata. Tangisannya kembali pecah. Sebab selama ini dia hanya bisa membayangkan bertemu sedekat ini.

Meski merasa korban, namun dari kaca matanya, Soemini merasa para anak jenderal senasib. Apalagi mereka menyaksikan bagaimana ayahnya dibunuh di depan mata.

"Mari kita bersama-sama mengisi kemerdekaan itu bersama-sama. Mari kita selalu bergandengan tangan, kita lepaskan dan kita merajut kembali kebersamaan dan kita lepaskan itu hal-hal yang dulu, itu harapan kami," ujar Soemini mengakhiri pernyataannya sambil mengelap tisu ke mata. 

Selanjutnya satu per satu diberikan kesempatan berbicara. Moh Tarup giliran selanjutnya. Sebelum berbicara, Tarup membenarkan posisi duduk. Kedua tangannya mendekap di atas meja. 

Dia memulai dengan memperkenalkan diri. Kemudian Moh Tarup menceritakan bahwa dirinya tahun 1965 hanyalah kuli. Kehidupannya sangat sederhana karena memang dulu hanya mengenyam Sekolah Rakyat. Dia ditangkap lantaran bosnya diduga anggota PKI hilang bersembunyi. Di rumah itu hanya ada Moh Tarup. Dia lalu ditangkap. Karena dituduh sebagai bagian dari PKI. 

Selama menjalani hukumannya, Moh Tarup menceritakan kerap disiksa dan disuruh bekerja secara paksa. Setelah dibebaskan, dia harus tetap wajib lapor tiap pekan ke Koramil. Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya pun diberi tanda ET, berarti mantan tahanan politik. Bahkan di usia senjanya, dia diawasi aparat negara. 

"Kemarin-kemarin itu saya didatangi intel, katanya (punya) kaos palu arit. Saya bilang di desa saya tidak ada palu arit," cerita Moh Tarup. Meski terus mendapatkan pengawasan, namun dirinya sempat beberapa kali mendapatkan bantuan sembako dari tentara.

Usai Soemini dan Tarup menyampaikan pernyataannya, kini anak para jenderal mendapat giliran. Kesempatan pertama diberikan kepada Agus. Namun, dia menolak. Agus melempar kesempatan kepada Suryo Susilo untuk memberikan tanggapan.

Dalam kesempatan itu, Suryo menerangkan bahwa proses rekonsiliasi sebenarnya sudah berjalan dengan hadirnya FSAB. Forum ini digagas almarhum Taufik Kemas, suami Megawati Soekarnoputri saat menjabat sebagai ketua MPR. Suryo juga menjelaskan bahwa dalam proses rekonsiliasi sudah tak lagi mencari pihak salah atau benar.

Lalu giliran Catherine. Dia juga memberikan tanggapan dari kisah Soemini dan Moh Tarup. Putri DI Pandjaitan itu meminta keduanya tidak rendah diri lantaran pernah menjadi tahanan politik dan dituduh membunuh para jenderal. Dengan bijak, Catherine mengajak Soemini dan Tarup tak lagi kembali terjebak dengan masa lalu.

"Kalau menurut saya ibu sudah jangan terlalu rendah diri. Kita berpikirnya maju ke depan," ucap Catherine.

Berita Khas

Catherine lalu menceritakan kehidupannya setelah menyaksikan ayahnya tewas di rumahnya sendiri. Dia menjelaskan bahwa kehidupannya pun hancur setelah kematian ayahnya. Bahkan dia mengaku sering berusaha untuk bunuh diri dengan cara menyilet kedua lengannya. Hingga mengalami depresi selama 20 tahun.

Trauma berkepanjangan itu membuat Catherine tak bisa mengendalikan diri. Dia kerap meledak-meledak. Bahkan lupa bahwa dirinya adalah seorang perempuan, seharusnya bersikap lemah lembut dalam bertutur kata dan bersikap. Sebab sebelum kematian ayahnya, Catherine muda dikenal periang. Dia pun membenci perubahan sikapnya itu. 

"Saya sendiri susah sama diri saya sendiri, mengontrol diri saya dan saya tahu saya menyakiti orang," kata Catherine sambil menepuk-nepuk dada.

Sebagai sulung, kata Catherine, belum semua adiknya telah selesai dengan masa lalu tersebut. Hingga kini salah satu adiknya itu masih memiliki luka dan kebencian terhadap para pelaku pembunuhan ayahnya. Catherine juga menceritakan bagaimana ibunya setiap pekan selama 10 tahun selalu mendatangi makam ayahnya dan menangis. Sebab, di rumah ibunya berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihan di hadapan semua anaknya. Meski begitu Catherine mengaku telah memaafkan masa lalunya.

Kini giliran Agus angkat bicara. Dia hanya menjelaskan bahwa dirinya berupaya untuk bersikap rasional setelah kematian sang Ayah, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo. Sebab, putra sulung dan menggantikan posisi ayahnya di keluarga. Berbicara soal kabar penyiksaan dialami ayahnya di Lubang Buaya, Agus berusaha untuk rasional. Terlebih di awal tahun 2000 saat hasil visum et repertum menyatakan bahwa penyiksaan berupa pemotongan alat kelamin tidak pernah ada. Hanya ada luka tembak dan tusukan benda tajam di tubuh para Pahlawan Revolusi.

"Saya percaya itu, Saya percaya bahwa tidak ada pencukilan mata, pemotongan alat kelamin itu tidak ada," kata Agus. 

Hasil visum tersebut menurutnya sudah cukup untuk menggambarkan bahwa ayahnya mati karena pembunuhan. Agus mengaku tak perlu lagi mengetahui bagaimana kematian sang ayah 52 tahun silam. Termasuk mencari tahu siapa melakukan itu kepada ayahnya.

Di samping itu, Agus juga menjelaskan bahwa sebelum tragedi 1965, PKI pernah terlibat konflik berdarah. Menjadi dalang pelbagai pemberontakan. Seperti terjadi di Madiun, Jawa Timur pada tahun 1948 dan aksi sepihak di Aceh. 

Saat itu, kata Agus, PKI pernah bersikap sombong, mengintimidasi dan melakukan aksi teror kepada masyarakat. Sehingga PKI bersama gerakannya telah lebih dulu menanamkan kebencian kepada masyarakat. Hal ini lantas tercium tentara angkatan darat. Mereka tak ingin kecolongan di tengah kabar bahwa kesehatan Presiden Soekarno terus menurun dan diperkirakan akan meninggal dalam waktu dekat. 

Selain ada kepentingan politik, angkatan darat menilai PKI adalah anak emas Soekarno. Ini setelah diketahui adanya poros Jakarta-Beijing-Jogja. "Nah, ini masalahnya politik berebut kekuasaan. Kalau Bung Karno meninggal siapa yang akan merebutnya," ujar Agus.

Terlepas dari berebut kekuasaan di masa lalu, Agus menilai sudah tak perlu lagi memperdebatkan siapa harus bertanggung jawab atas praha telah menelan ribuan korban. Sebagai generasi penerus, Agus justru mengajak menatap masa depan dan menanggalkan perjalanan pahit masa lalu. 

Agus mengaku sudah selesai dengan masa lalunya. Pelbagai upaya rekonsiliasi telah dilakukan. "Tantangannya sekarang adalah menggulirkan perdamaian ini untuk menjadi gerakan nasional. Rekonsiliasi harus menjadi gerakan sosiokultural."

Rekonsiliasi, dalam pandangan Agus, merupakan bentuk rasa saling percaya. Caranya dengan melakukan pengakuan dari tiap pihak tentang kesalahan pernah dilakukan dan mengambil tanggung jawab atas semua kejadian. Hal ini tidak akan mencapai titik temu bila semua masih menempatkan posisi sebagai korban tanpa mengakui kesalahan. 

Lebih kurang 1,5 jam mereka berbincang. Sambil menyantap hidangan pembuka roti cane kuah kari. Waktu menunjukkan pukul 18.30. Perbincangan mereka selesai untuk sementara. Sebagian izin melakukan ibadah salat Magrib.

Berita Khas

Tepat pukul 7 malam, pertemuan dilanjutkan. Sekaligus menutup pertemuan mereka dengan menyantap hidangan utama. Mereka makan satu meja dengan menu nasi goreng, udang goreng, ikan kerapu hingga ayam. Hidangan malam itu terlihat menggugah selera.

Selama makan malam, mereka tampak berbincang ringan. Bahkan Catherine sempat memberikan resep obat herbal kepada Soemini untuk mengobati asam urat. Resep itu segera dicatat. Catherine mengaku sudah bertahun mengonsumsi ramuan herbal itu. Hasilnya tidak lagi mengalami penyakit tersebut.

Setelah itu mereka saling bertukar nomor telepon dan foto bersama. Pada sesi foto bersama, mereka tampak akrab. Bahkan Catherine dan Soemini berpose sambil rangkulan. Keduanya tampak bahagia. Hal serupa terlihat pada tamu undangan lainnya. Mereka menutup pertemuan ini dengan suasana hangat dan diselingi tawa antar mereka.

Berita khas

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Khas - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Shared by Vice Blogger | Proudly powered by Blogger