Home » » Putra Pahlawan Revolusi: Semua Bertanggung Jawan Yaitu Dalam Tragedi 65

Putra Pahlawan Revolusi: Semua Bertanggung Jawan Yaitu Dalam Tragedi 65

Written By Unknown on Kamis, 05 Oktober 2017 | Oktober 05, 2017

Berita khas

Khas - Yaitu Sudah 52 tahun peristiwa penculikan dan pembunuhan enam jenderal TNI satu perwira. Yaitu terjadi pada 30 September 1965. Yaitu sejak masa reformasi, berbagai upaya penyelesaian tragedi berdarah itu dilakukan.
Situs Judi Online Terpercaya - Tetapi, nyatanya rekonsiliasi itu belum berjalan baik. Yaitu masing-masih ppihak yang terlibat dalam peristiwa G30S yaitu merasa dirinya sebagai korban. Tak ada keinginan untuk membuka diri. Apalagi mengakui kesalahan yang dilakukan kelompoknya.

Bandar Judi Online Terpercaya - Letjen (Purn) Agus WIdjojo adalah  putra sulung Pahlawan Revolusi Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomihardjo. Yaitu dia menilai PKI harus bertanggung jawab atas kekerasan yang mereka lakukan di tahun 1948, pada  oktober 1965 dan sebeklumnya. Mereka melakukan pembunuhan dan meneror masyarakat. Puncaknya adalah membunuh para jenderal di malam kelam tersebut.

Bandar Togel Online Indonesia - Tetapi setelah itu keadaan berbalik. Giliran ratusan ribu anggota PKI, atau mereka yang dituding PKI yaitu menjadi korban diibantai oleh rakyat antikomunis yang dibekingi TNI AD. Di sini fungsi perlindungan negara pada warganya dipertanyakan.

Agen Poker Online Indonesia - Agus menyaksikan ayahnya dijemput dan takj pernah kembali pada dini hari 1 Oktober 1965. Tetapi kemudian Agus memilih untuk menghentikan dendam dan menggagas rekonsiliasi di antara dua pihak. Yaitu dia tak mau kelak peristiwa semacam itu terjadi lagi di Indonesia. 

"Yaitu sampai kapan kita mau mewariskan dendam antara sesama anak bangsa," katanya pada khas228.blogspot.com.

Bandar Poker Online Indonesia -  Pada khas228.blogspot.com, Agus  bercerita panjang lebar soal peristiwa itu. Bagaimana pula tanggapannya yaitu soal isu kebvangkitan PKI. Simak wawancara Ramadhian Fadillah, Anisyah Al Fakir, Rendi Perdana dan Muhammad Zul Atsari dengan Letjen (Purn) Agus Widjojo Selasa pekan lalu.

Pernahkah anda terpikirkan untuk vbalas dendam?

Situs Judi Online Terbaik dan Terpercaya - Oh enggak ada. Bagaimana mau balas dendam. Siapa yang saya cari? memang saya ingin tahu juga, siapa yang bunuh ayah saya, dan bagaimana cara membunuhnya, mengapa dibunuh?

Kelak itu baru saya dapatkan dari pengetahuan-pengetahuan yang dalam selama saya menjadi perwira.

Forum Judi Online Terpercaya - Tapi ketia peristiwa itu terjadi, saya baru lulusan SMA. Yaitu saya tahu soal (G30S) itu karena mendengarkan radio dan melihat warta berita televisi yang masih hitam putih di TVRI.

Kenapa anda saat itu memilij menjadi tentara?

Kepastian Masa Depan. Saya ingin mencari bidang pengabdian yang bisa meneguhkan hati saya, saya menemukan itu adalah pengabdian dalam keprajuritan.

(Agus Widjojo yaitu masuk akademi militer sampai kemudian mencapai pangkat letna Jenderal)

Bukan karen ingin mencari pembunuh ayah anda, atau melakukan aksi balas dendam?

Oh tidak ada.

Saat ini Film soal G30S PKI yaitu ramai diputar lagi. Anda adalah saksi mata peristiwa tersebut. Yaitu bagaimana anda menilai film itu?

Itu merupakan kenyataan sejarah. Malam itu saya dengar suara sepatu boot loh dan tusukan bayonet di pintu. Saya dengar suara-suara teriakan. Tapi saya tidak bisa melihat langsung karena saya tidur di kamar sebelah.

Yaitu begitu kejadian saya langsung berpikir bahwa saya harus siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk ke depannya. Saat itu saya baru lulus SMA. Bisa dirasakan bagaimana tiba-tiba kepada keluarga itu lenyap, yaitu lantas bagaimana nasib kita?

Mungkin kalau tidak ada kejadi sepeti itu saya tidak bisa menjadi tentara seperti sekarang ini.

Apakah anda memaafkan tragedi 1965?

Berdamai dengan masa lalu. Yang sudah ya sudah. Belum tentu itu memaafkan. Tapi saya terima itu sebagai sebuah kenyatakan. Namun saya berpikit untuk kepentingan bangsa, yaitu bukan saya pribadi, atau untuk membalas dendam walaupun masih ada keinginan dalam diri sendiri masih ada rasa penansaran siapa sih yang sudah bunuh ayah saya itu, itu enggak bias dihindari.

Tapi ke depannya bagaimana kita sebagai masyarakat menghadapi hal itu? Yaitu mau terus begini? Saling mendendam? Sampai kapan? Itu saja yang saya pikirkan.

Bagaimana prosesnya sampai anda kemudian untuk menerima kenyataan sampai akhirnya menyuarakan rekonsiliasi antara para eks Tapol dan keluarga pahlawan revolusi?

Tidak gampang itu yah, karena itu sedang dalam proses pencarian. Waktu itu saya mendapat tugas sebagai komisi untuk perdamaian antar Timor Leste dan Indonesia yang angkatan bersenjatanya bersinggungan.

Yaitu mulai dari situ saya melihat adanya rekonsiliasi perdamaain dari kedua belah pihak yang sedang bertikai. Yaitu dari situ saya melihat bahwa perdamaian adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah pertikaian. Saya memutuskan untuk segera berdamai dengan keluarga pelaku dan juga keluarga korban tahun 65. Rekonsiliasi itu senditi baru bisa dipahami jika seseorang sudah berdamai dengan dirinya sendiri.

Dengan Situasi memanas lagi seperti saat ini, idealnya rekonsiliasi seperti apa?

Dalam kondisi seperti sekarang ini yang rawan setiap kali ada permasalahan, yaitu kita harus dekati dengan persamaan. Jangan tonjolkan perbedaan dulu. Tapi apa persamaan kita. Apa persamaan sebagai satu bangsa yang merekatkan kita. Apa persamaan kita? Itu dulu sampai sembuh sakitnya.

Yaitu karena masyarakat kita belum cukup dewasa untuk melihat satu masalah kebangsaan dari perspektif perbedaan. Yang sebetulnya bermanfaat untuk kita cari dan ambil yaitu pelajaran, justru untuk merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Masyarakat kita belum siap untuk sampai ke situ.

Kenapa rekonsiliasi sulit sekali dilakukan?

Saya setuju satu-satunya jalan untuk berdamai dengan masa lalu adalah dengan rekonsiliasi. Yaitu untuk sampai kepada space yang memungkinkan kita berekonsiliasi dengan semua pihak itu memang memerlukan persyaratan yang berat dan persyaratan itu tidak ada dalam masyarakat kita.

Kita belum siap untuk rekonsiliasi. Persyaratan itu adalah bahwa pertama semua harus berdamai dengan dirinya sendiri terlebih dahulu. Yaitu semua harus berdamai dengan masa lalunya dulu.

Kalau seperti kemarin kita liat masing-masing pihak masih menempatkan dirinya dalam konteks 65, yaitu dalam peran 65. Yah sudah, kemarin itu Indonesia masih berada seperti di tahun-tahun itu.

Kita tidak bisa menempatkan diri sebagai manusia di tahun 20167 dan mengadakan refleksi untuk melihat tragedi 65 dari perspektif indonesia tahun 2017.

Rekonsiliasi itu tidak menuding-nuding berbagai pihak. Apabila kita dari masing-masing pihak mengadakan refleksi dan introspeksi terhadap diri sendiri. Itu belum ada sifat di masyarakat kita.

Kalau kita lihat dulu ada Forum Silaturahmi Anak Bangsa yang memotori rekonsiliasi. Kini dengan situasi memanas seperti ini, apa tidak mundur lagi rekonsiliasi?

Ya kita untuk maju dan mendorong supaya mencapai kondisi rekonsiliasi secarasubtansif. Rekonsiliasi untuk kumpul-kumpul bersama sudah banyak. Forum Silaturahmi Anak Bangsa, yang kita adakan sendiri di situ ada anak Aidit Kartosuwiryo, tapi sekedar untuk duduk bersama dan makan bersama.

Tapi tidak secara substantif untuk mendorong masuk dengan mencari pengungkapan kebenaran. Yaitu guna memutar film, dan melihat pihaknya masing-masing, apa yang terjadi, di mana tanggung jawab pihaknya. Bukan tanggung jawab yang lain dalam tragedi 65.

Karena dalam tragedi 1965, yaitu masing-masing pihak hingga tingkat tertentu pasti punya tanggung jawab dan tidak mempersalahkan kepada satu pihak. Yaitu semua harus bertanggung kawab karena ini merupakan proses dan tragedi yang menyebabkan sebab dan akibat.

Kalau dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa tantanannya sudah pada intropeksi diri atau bagaimana?

Tidak ada hukun di Indonesia untuk membuat orang sampai ke tingkat itu. Forum itu sebenarnya sudah bagus, yaitu bisa berkumpul, bisa menyatu dengan anak korban dan pelaku. Tapi kelemhan dari rekonsiliasi semacam itu tidak ada pelajaran yang dipetik. Apa yang  salah dari masa lalu. Yaitu Bagaimana agar tidak terulang kembali sekarang ini?

Beberaoa waktu lalu diskusi di LBH yang dihadiri eks Tapol sempat dibubarkan Tanggapan anda?

Kelemahan even yang diadakan di LBH adalah pertama, yaitu dia banyak mengumpulkan dari kelompok yang sejalan dengan pemikirannya. Kalau itu ya kita akan makin mabuk.

Kedua berbicara akan meneruskan sejarah. Siapa pun tidak ada yang memiliki kewenangan meluruskan sejara. Tidak pula sejarawan.

Kedua pihak harus datang dan duduk bersama. Di mana letak tanggung jawab kelompoknya terhadap tragedi 65 itu. Semua dilandasi keinginan yang sama untuk bersatu kembali dengan berdamai pada diri sendiri dan dengan masa lalu . Itu berat. Itu susah. Yaitu saya tidak percaya itu ada pada masyarakat Indonesia saat ini.

Rekonsiliasi itu artinya pendekatan. Yaitu tidak bisa satu pihak mengaku sebagai korban. Yah tidak bisa donk. Itu lah sudah berpihak, dan korban tragedi 65 ini ada di mana-mana. Yaitu karena korban ada di mana-mana. Jadi, tidak satu pihak. Kita tidak bisa tarik garis, sana hitam, sini Begitu juga sebalinya. Maka tidak akan tercapai penyelesauan masalah seperti itu.

Jadi pertemuan ini hanya menambah polarisasi dengan kelompoknya yaitu saja dan kita akan susah bergerak untuk mencapi rekonsiliasi.

Kalau dulu, saat Saya simposium di Hotel Arya Duta yaitu banyak healing proses dan juga  truth seeking. Biarkan semua pihak bicara agar kita semua tahu. Kalu kemarin yang di LBH kan cuma satu pihak bicara agar kita semua tahu. Kalau kemarin yang di LBH kan cuma satu pihak yang ingin mencoba meluruskan sejarah. Yaitu tidak ada itu sebenarnya, jika mereka ingin meluruskan sejarah, itu versi dia. Jadi masyarakat kita belum siap untuk rekonsiliasi.

Simposium Tragedi 1965 di Aryaduta sempat mencuri perhatian. Kedua belah pihak dihardirkan untuk duduk bersama dan disaksikan banyak pihak. Apakah nanti akan ada simposium lanjutan?

Yah memnag benar. Tahun 1948 mereka (PKI) berontak. Yaitu sebetulnya 1963 mereka beralih strategi. Mereka memaksakan kebijakan-kebijakan yang pro komunis dan mereka akan menjadi anak emasnya Presiden Soekarno. Ada isu land reform, yaitu membagikan tanah.

Lalu ada rencana angkatan kelima, yaitu mempersenjatai buruh tani guna bisa untuk bisa menandingi Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, dan itu khas negara komunis. Ini mereka desakkan setelah mereka memenangkan hati dan pikiran Presiden Soerkarno.

Yaitu semakin intens lagi setelah mereka mendengar informasi desas-desus sakitnya Bung Karno dan tidak akan lama lagi bisa dikendalikan hidup Bung Karno dan tidak akan lama lagi bisa dikendalikan hiodup Bung Karno. Yang menentang itu paling gencar adalah Angkatan Darat. Tapi untuk Angkatan Darat lebih bersifat defensif.

Nah mungkin PKI ini yang terpancing "kapan nich kami bertindak. Yaitu kalau kami terlambat bertindak kami keduluan Angkatan Darat'. Mereka hanya terpancing untuk masuk.

Penculikan ini yaitu merupakan tradisi di tentara. Misal ada peristiwa Rengasdengklok. Nah ini kan kultur politik dulu, yang dilaksanakan oleh elemen-elemen yang tidak profesional. Yaitu aksi mereka langsung gagal. Tidak ada plan Bkarena mereka semua amatiran.

Mereka juga menanamkan dendam di hati masyarakat. Yaitu Tanya anggota HMI, Anshor, budayawan, iutu semua diintimidasi oleh Pemuda Rakyat. Ada tuh anggota Babinsa yang digorok yaitu karena berusaha melawan. Aksi seperti apa , aksi sepihak.

Jadi ketika saya duduk bersama anaknya Aidit, dan saya juga untuk dipertanyakan oleh teman-teman saya, ' nagapain duduk semeja dengan pembunuh ayahmu Gus?' Sayatidak permisif dengan tidakan saya itu, namun saya ingin memaksakan PKI yaitu harus ikut bertanggungjawab atas peristiwa 65.

Tanggung jawab dong, di mana letak tanggung jawabmu? Saya ingin mengatakan untuk PKI-PKI itu tangannya ikut berlumuran darah. Kenapa kalian tidak pernah mengatakan bahwa sebelum 1 Oktober 65 sebelum jam 4 pagi. Yaitu jam 4 pagi masih terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh PKI. Apalagi sebelum-sebelumnya tahun 48. Kuburan masal itu banyak. Kenapa tidak pernah disinggung? Itu yang may saya paksakan untuk diakui. Saya katakan, untuk adakan refleksi dan intropeksi pada diri kalian sendiri.

Dari kubu yang anti-PKI juga alasannya untuk mencegah korban yang lebih banyak yang diakibatkan oleh PKI, itu boisa diperyimbangkam. Tapi kalau hingga bertahun-tahun bela diri namanya bukan bela diri tapi ada  keterlibatan langsung dan ini yang tidak diakui dari sisi anti PKI.

PKI yaitu tidak mengakui pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum '65 dan mereka merasa tidak bersalah dan merasa menjadi korban dan di sini ada yang mengrakan negara tidak mungkin bersalah. Padahal negara punya tanggung jawab untuk melindungi warga negaranya.

Diapoker.com







































Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Khas - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Shared by Vice Blogger | Proudly powered by Blogger